PENGARUH
COVID-19 TERHADAP KEUANGAN INDONESIA
Oleh : Ahmadhani Satya Mahaldi
NIM : 12406173010
Peserta KKN-VDR
Kelompok Pringgandani 1 dari Jurusan Manajemen Keuangan Syariah
Sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia,
merosotnya ekonomi Tiongkok karena pandemi COVID-19 tentu saja berdampak
terhadap perekonomian global. Beberapa lembaga riset kredibel dunia memprediksi
dampak buruk penyebaran wabah ini terhadap ekonomi global. Untuk Indonesia
sendiri, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memprediksi pertumbuhan
ekonomi dalam skenario terburuk bisa mencapai minus 0,4%.
Diantara bentuk upaya yang diserukan dan dilakukan oleh
dunia untuk mengurangi penyebaran wabah ini adalah dengan social atau physical
distancing. Namun sayangnya, gerakan ini berpengaruh pada penurunan aktivitas
ekonomi secara keseluruhan.
Dalam kajian teori ilmu ekonomi, physical distancing atau
pengetatan dan pembatasan aktifitas masyarakat akan berakibat pada penurunan
Agregat Supply (AS) dalam perekonomian yang berdampak pada penurunan jumlah
produksi atau quantitiy (Q).
Kondisi dimana masyarakat yang hanya berdiam diri di
rumah (stay at home), berdasarkan hukum supply dan demand, lambat laun akan
menyebabkan penurunan permintaan secara agregat atau Agregat Demand (AD) yang
berujung pada jumlah produksi yang terus menurun.
Proses penurunan perekonomian yang berantai ini bukan
hanya akan menimbukan guncangan pada fundamental ekonomi riil, melainkan juga
merusak kelancaran mekanisme pasar antara permintaan dan penawaran agar dapat
berjalan normal dan seimbang.
Mengingat bahwa aspek-aspek vital ekonomi yaitu supply,
demand dan supply-chain telah terganggu, maka dampak krisis akan dirasakan
secara merata ke seluruh lapisan atau tingkatan masyarakat.
Berhubung ketahanan setiap lapisan atau tingkatan
tersebut berbeda-beda, maka masyarakat ekonomi golongan menengah ke bawah
khususnya mikro dan pekerja informal berpendapatan harian, tentu menjadi
kelompok yang paling rentan terkena dampaknya.
Dampak di sektor riil tersebut kemudian akan menjalar ke
sektor keuangan yang tertekan (distress) karena sejumlah besar investee akan
mengalami kesulitan pembayaran kepada investornya.
Dengan kondisi seperti ini, timbul pertanyaan besar:
bagaimana Indonesia mampu melaluinya? Apa yang dimiliki bangsa ini agar mampu
bertahan di tengah gelombang wabah yang belum pasti kapan akan berakhir?
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia,
umat Islam dapat memberikan peran terbaiknya melalui berbagai bentuk atau model
filantropi dalam Ekonomi dan Keuangan Syariah. Peran ini diharapkan dapat
mengatasi guncangan ekonomi yang terjadi dan seluruh masyarakat, khususnya umat
muslim, dapat ikut serta berkontribusi dalam memulihkan guncangan tersebut.
Solusi
Ekonomi dan Keuangan Sosial Islam
Di
antara solusi yang dapat ditawarkan dalam kerangka konsep dan sistem Ekonomi
dan Keuangan Sosial Islam adalah:
Pertama, penyaluran bantuan langsung tunai yang berasal
dari zakat, infak dan sedekah, baik yang berasal dari unit-unit pengumpul zakat
maupun dari masyarakat. Khusus untuk zakat yang ditunaikan, penyalurannya dapat
difokuskan kepada orang miskin yang terdampak COVID-19 secara langsung, sebagai
salah satu yang berhak menerimanya (mustahik). Poin ini adalah skema filantropi
Ekonomi Islam yang memiliki potensi besar bagi perekonomian masyarakat.
Namun sayangnya, realisasi zakat yang masuk ke Baznas
masih jauh dari harapan. Realisasi zakat di akhir tahun 2018 tercatat hanya
Rp8,1 triliun, padahal potensinya mencapai Rp252 triliun.
Untuk itu, penguatan kampanye dana zakat, infak, dan
sedekah dapat terus digiatkan. Diantaranya dengan menjadikan masjid sebagai
pusat baitul maal untuk masyarakat sekitarnya dan wajib didaftar sebagai Unit
Pengumpul Zakat (UPZ) di bawah koordinasi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ).
Meski masjid-masjid saat ini sementara tidak difungsikan, di era media sosial
ini jamaah masjid tetap dapat digerakkan dengan membayar zakat secara online.
Kemudian, literasi perhitungan zakat dapat dikuatkan dengan pendirian Zakat
Centre di masjid dan kampus-kampus.
Selanjutnya, perlu menyerukan gerakan Solidarity Fund
secara nasional dan besar-besaran yang dipimpin langsung oleh Presiden RI dan
didukung oleh seluruh media mainstream nasional serta media sosial resmi
pemerintah dan masyarakat.
Kedua, penguatan wakaf uang baik dengan skema wakaf tunai,
wakaf produktif maupun waqf linked sukuk perlu ditingkatkan. Badan Wakaf
Indonesia (BWI) perlu bekerja sama dengan lembaga keuangan syariah untuk
mempromosikan skema wakaf ini agar dapat digunakan sebagian untuk pembangunan
berbagai infrastruktur berbasis wakaf seperti Rumah Sakit Wakaf (RSW) khusus
korban COVID-19, Alat Pelindung Diri (APD) wakaf, masker wakaf, poliklinik
wakaf, Rumah Isolasi Wakaf (RIW), pengadaan ventilator wakaf, universitas wakaf
dan lainnya. Manajemen wakaf harus dilakukan secara profesional, sehingga wakaf
dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Ketiga, bantuan modal usaha unggulan saat krisis. Di
tengah-tengah krisis, tidak sedikit sektor usaha atau Usaha Mikro Kecil
Menengah (UMKM) yang berjuang agar tetap eksis. Usaha ini seringkali sulit
bertahan karena keterbatasan permodalan.
Keberadaan UMKM sebagai kelompok non-muzakki adalah
kelompok yang sangat rentan untuk jatuh ke dalam jurang kemiskinan dan
kebangkrutan karena goncangan atau hantaman ekonomi. Oleh karena itu, pemberian
modal pada usaha dijadikan sebagai sarana mengurangi dampak krisis. Pemberian
modal ini dapat dilakukan dengan beberapa alternatif kebijakan, seperti
pemberian stimulasi tambahan relaksasi perbankan syariah dan restrukturisasi
atau penangguhan pembayaran kredit/pembiayaan syariah selama beberapa bulan ke
depan. Pemberian permodalan dari perbankan/lembaga keuangan syariah ini perlu
didukung dan dikuatkan dengan pendampingan sehingga dapat
dipertanggungjawabkan.
Keempat, permodalan usaha di atas juga dapat diikuti
dengan dengan pinjaman qardhul hasan. Dalam terminologi ekonomi/keuangan
syariah, qardhul hasan adalah pinjaman yang tidak mengambil manfaat
(keuntungan) apapun namun tetap ditekankan untuk dibayarkan kembali.
Produk/skema ini merupakan salah satu produk/skema sistem keuangan syariah yang
sangat penting dalam mendukung pemulihan atau menopang perekonomian. Diantara
pilihan penyaluran yang dapat dilakukan adalah melalui: (1) Lembaga Keuangan
Mikro Syariah dalam membiayai usaha nano dimana dananya dapat berasal dari
beberapa sumber, baik dari masyarakat umum, perusahaan swasta maupun BUMN/BUMD;
(2) pinjaman langsung tanpa margin baik untuk usaha maupun konsumsi yang
disalurkan oleh perusahaan (swasta atau BUMN/BUMD) kepada karyawan atau
mitranya (seperti pengemudi ojek online) dimana dananya dapat berasal dari dana
Corporate Social Responsibility (CSR) atau pos lainnya. Untuk meningkatkan dana
CSR, pemerintah perlu mempertegas kewajiban dan kontribusi CSR yang lebih
tinggi baik dari BUMN/BUMD maupun perusahaan swasta.
Kelima, selain dari sektor perbankan syariah dan qardhul
hasan, sebagian dana yang dikumpulkan oleh unit-unit atau organisasi pengumpul
zakat, khususnya yang ada di daerah, dapat digunakan untuk memperkuat usaha
UMKM. Menyelamatkan kelompok UMKM yang krisis atau terancam bangkrut karena
terkena dampak ekonomi dari wabah COVID-19, dapat dikategorikan sebagai
golongan asnaf (penerima zakat), yaitu sebagai kelompok miskin, berjuang di
jalan Allah (fii sabilillah), atau orang yang berhutang (gharimin).
Keenam, pengembangan teknologi finansial syariah untuk
memperlancar likuiditas pelaku pasar daring secara syariah, dimana pada saat
yang bersamaan juga diupayakan peningkatan fokus pada social finance (zakat,
infak, sedekah dan wakaf) di samping commercial finance. Termasuk pengembangan
market place untuk mengumpulkan pasar tradisional dan UMKM yang berjumlah
hampir 60 juta saat ini, dengan tujuan mempertemukan permintaan dan penawaran
baik di dalam negeri maupun luar negeri, khususnya di masa-masa lockdown karena
pandemi.
Pada akhirnya, jika program-program di atas, khususnya
bantuan langsung tunai, zakat, infak, wakaf, atau CSR, baik untuk masyarakat
maupun sektor usaha atau UMKM, betul-betul dapat digalakkan, maka upaya
tersebut diharapkan dapat meningkatkan kembali aggregate demand dan aggregate
supply ke kanan (dalam kurva demand and supply) diikuti dengan pembangunan
pasar daring yang fokus kepada UMKM yang mempertemukan permintaan dan
penawaran, sehingga surplus ekonomi terbentuk kembali dan membantu percepatan
pemulihan ekonomi.
Sabtu, 08 Agustus 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar